VISI & MISI - SEJARAH WILAYATUL HISBAH
VISI & MISI - SEJARAH WILAYATUL HISBAH
Visi
:::: Terwujudnya Kota Banda Aceh yang Gemilang dalam Bingkai Syariah ::::
Misi
Meningkatkan pelaksanaan Syariat Islam dalam bidang penguat aqidah, syariat dan akhlak
Meningkatkan kualitas pendidikan, kebudayaan, kepemudaan, dan olahraga
Meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pariwisata, dan kesejahteraan masyarakat
Meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat
Mewujudkan kualitas tata kelola pemerintahan yang baik
Membangun infrastruktur kota yang ramah lingkungan dan berkelanjutan
Memperkuat upaya pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
Sejarah Singkat
Wilayatul Hisbah adalah institusi pemerintahan baru yang diperkenalkan di Aceh. Pada masa klasik kesultanan Aceh, tidak dibentuk sebuah lembaga khusus untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar dikarenakan pada masa itu tugas amar ma’ruf nahi mungkar sudah memadai dilakukan oleh para ulama, imum gampong, keuchik, dan para ureung tuha yang disegani, apalagi pada masa itu, rakyat Aceh punya kesadaran religius yang tinggi, sehingga keberadaan sebuah institusi pemerintahan yang tugasnya cuma memantau pelaksanaan syari’at belum dirasa perlu. Setiap individu dengan kesadaran masing-masing menjadi petugas Wilayatul Hisbah, menegur dan mengingatkan saudaranya sekiranya mereka melakukan perkara yang bertentangan syari’at dan selalu mengajak saudaranya melakukan perbuatan-perbuatan ma’ruf yang dianjurkan syari’at.
Seiring dengan perubahan waktu dan teknologi, pelaksanaan Syari’at Islam sangat membutuhkan lembaga pengawas dan diberi nama Wilayatul Hisbah. Keberadaaan lembaga ini secara yuridis telah sah melalui Qanun Nomor 11 Tahun 2003 Tentang Pasal 16 sampai 18. Kemudian dalam rangkaian qanun berikutnya disebutkan kewenangan dan ketentuan yang dibebankan kepada Wilayatul Hisbah sebagai pendorong suksesnya Syari’at Islam di Aceh. Wilayatul hisbah dibentuk berdasarkan Keputusan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata kerja Wilayatul Hisbah.
Wilayatul Hisbah sebagai pengawas sangat efektif karena dapat bekerjasama dengan semua lembaga pemerintahan maupun swasta, Wilayatul Hisbah juga bekerjasama dengan masyarakat setempat. Karena bekerjasama dengan berbagai pihak hasil pengawasan Syariat Islam menjadi lebih maksimal karena pelanggar tidak tahu bahwa prilakunya sedang diamati. Lalu hasil dari pengamatan tersebut dilaporkan kepada tim Wilayatul Hisbah untuk dilakukan penggerebekan dan penangkapan.
Adapun dasar-dasar hukum Wilayatul Hisbah, di antaranya:
Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Aceh Pasal 11 disebutkan bahwa, penyelenggaraan keistimewaan yang diberikan kepada Aceh di dalam undang-undang tersebut dilakukan melalui peraturan daerah;
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, sebagai dasar adanya otonomi ketika undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 diatas sah, dalam Pasal 74 menyebutkan bahwa;
Penyidikan dan penuntutan terhadap pelanggaran atas ketentuan Peraturan Daerah dilakukan oleh pejabat penyidik dan penuntut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dengan peraturan daerah dapat juga ditunjuk pejabat lain yang diberi tugas untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Peraturan Daerah;
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Aceh yang menetapkan Qanun Provinsi sebagai wadah peraturan pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh dan menetapkan Mahkamah Syar’iyah sebagai pengadilan yang akan melaksanakan Syari’at Islam tersebut, masalah penegakan qanun tidak diatur secara khusus. Dengan demikian aturan yang ada yang berlaku secara nasionallah yang harus digunakan;
Berdasarkan aturan ini maka melalui PERDA (Qanun) Nomor 5 Tahun 2000 Tentang Pelaksanaan Syari’at Islam Pasal 20 ayat (1), diberi perintah kepada Gubernur Aceh untuk membentuk Wilayatul Hisbah. Perintah ini diulangi kembali dalam Qanun Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Minuman Khamar dan sejenisnya Pasal 16 Qanun Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Maisir (perjudian) Pasal 14 Qanun Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Khalwat (Mesum) Pasal 13;
Tugas dan wewenang Wilayatul Hisbah disebutkan dalam Qanun Nomor 11 Tahun 2002 Tentang Pelaksanaan Syari’at Islam Bidang Aqidah, Ibadah dan Syiar dan Islam;
Keputusan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata kerja Wilayatul Hisbah;
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentan Pemerintahan Aceh, Pasal 244 ayat (2) menyebutkan bahwa Gubernur, Bupati/Walikota dalam menegakkan Qanun Sayariat Islam;
Peraturan Gubernur Nomor 47 Tahun 2008 Tentang Tugas Pokok dan Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah;
Qanun Nomor 5 Tahun 2007 Pasal 203 tentang tugas Wilayatul Hisbah;
Peraturan Gubernur Nomor 139 Tahun 2016 Tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah Aceh.
Berdasarkan dasar hukum yang digunakan dalam pembentukan Wilayatul Hisbah sebagai pengawas syari’at Islam di Aceh. Dapat diketahui bahwa Wilayatul Hisbah memiliki kedudukan yang kuat sebagai pengawas pelaksanaan syari’at Islam. Pengawas pelaksanaan syari’at Islam ini akan sangat membutuhkan keseriusan dari pihak yang bertugas sebagai polisi Wilayatul Hisbah, karena landasan hukum yang kuat tersebut maka pelaksanaan syari’at Islam berdasarkan payung hukum di atas, merupakan pelaksanaan dari undang-undang pemerintah. Sehingga dalam pelaksanaanya akan melibatkan semua unsur, baik pemerintah, masyarakat atau lembaga-lembaga swasta.